Monday, February 22, 2010

Terasi Pembangkit Cita Rasa Tinggi Protein

HealthNews Tue, 26 Nov 2002 10:47:00 WIB

Terasi yang baik berwarna gelap, tidak terlalu keras dan lembek. Dengan kandungan protein 15-20 persen, terasi sangat baik sebagai penyedap rasa masakan.

Bayangkanlah Anda pada suatu saat sedang berada di sebuah rumah makan khas Sunda. Di hadapan Anda tersaji hidangan berupa nasi panas beraroma sedap daun pandan, ikan asin bakar, lalapan, serta tentu saja sambal terasi.

Di balik gemericiknya air pancuran, Anda dipastikan akan berkeringat sambil menikmati suap demi suap nasi, sampai akhirnya tiba di puncak kenikmatan makan. Semua itu bisa terjadi berkat andil dari aroma terasi, yang menyatu dengan pedasnya cabe dan asinnya garam.

Masyarakat Indonesia dan Malaysia sejak lama telah mengenal terasi. Terasi adalah suatu jenis bahan penyedap makanan yang berbentuk pasta padat dan berbau khas, yang merupakan hasil fermentasi bergaram dari udang atau ikan atau campuran keduanya, dengan atau tanpa bahan tambahan lain yang diizinkan.

Dengan demikian terdapat tiga macam terasi, yaitu terasi udang, terasi ikan, serta terasi campuran antara ikan dan udang. Di Indonesia, terasi udang lebih disukai daripada terasi ikan karena aromanya lebih sedap dan rasanya lebih lezat.

Pada umumnya terasi yang enak dibuat dari udang-udang kecil (Atya sp) yang berwarna putih kelabu dengan sirip kemerah-merahan (biasa disebut rebon). Namun, karena rebon tidak dapat diperoleh sepanjang tahun (musim), terasi lebih sering dibuat dari ikan. Terasi ikan sering dibuat dari ikan-ikan kecil, yang kurang laku dijual segar atau kurang baik untuk dibuat ikan asin.

Dikenal di Luar
Sampai saat ini produksi terasi di Indonesia berpusat di Bagansiapi-api, Sumatera Utara. Sebagian besar kebutuhan terasi di beberapa daerah di Indonesia dipenuhi oleh produksi Bagansiapi-api.

Di Pulau Jawa, terdapat beberapa daerah penghasil terasi dalam skala yang lebih kecil, antara lain Sidoarjo (Jawa Timur), Rembang, Juana, Lasem, dan Pati (Jawa Tengah), serta Indramayu, Cirebon, dan Pelabuhan Ratu (Jawa Barat).

Pembuatan terasi di Pulau Jawa umumnya menggunakan bibit terasi yang berasal dari daerah Bagansiapi-api. Pembuatan terasi menggunakan bibit terasi dilakukan dengan mencampurkannya ke dalam bahan baku yang digunakan.

Campuran tersebut digiling, dihancurkan, dicetak, dijemur, dibungkus, lalu dipasarkan. Kadang-kadang ditambah rempah-rempah atau bumbu untuk menambah cita rasa produk yang dihasilkan.

Perbandingan antara bibit terasi dan bahan campuran lain sangat bervariasi tergantung pada mutu terasi yang diinginkan. Makin banyak bibit yang digunakan, makin baik mutu terasi yang dihasilkan.

Produk semacam terasi juga dikenal di negara-negara lain dengan sebutan yang berbeda, seperti belachan (Malaysia), kapi (Thailand), bagoong atau alanang (Filipina), prahoc atau mom tom (Kamboja), padec (Laos), mam-ton (Vietnam), ngapi (Birma), dan gyoniso (Jepang). Proses pembuatan di setiap negara sangat bervariasi, tetapi pada dasarnya sama, yaitu penggaraman dan fermentasi.

Hasil Proses Fermentasi
Manfaat utama terasi adalah sebagai komponen bumbu, yaitu untuk membuat sambal dan bumbu masak lainnya. Terasi digunakan terutama karena baunya yang tajam dan khas.

Mutu terasi sangat dipengaruhi oleh mutu bahan baku, cara pengolahan, dan penanganan produk akhir. Selama fermentasi, protein akan terhidrolisis menjadi turunannya oleh enzim proteolitik yang terdapat dalam daging atau jeroan ikan atau oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroba.

Penggunaan jeroan ikan menjadi penting dalam pembuatan terasi. Sebab, enzim yang dihasilkannya dapat memecah protein lebih baik, dibandingkan dengan enzim yang terdapat pada bagian dagingnya. Oleh karena itu, sebaiknya ikan yang akan digunakan dalam pembuatan terasi adalah ikan utuh (dengan jeroannya).

Jenis mikroba yang tumbuh selama fermentasi akan sangat mempengaruhi mutu terasi yang dihasilkan. Bakteri terutama berperan dalam pembentukan cita rasa dan aroma terasi yang khas. Sejauh ini, mikroba yang berperan dalam proses fermentasi pada terasi belum diketahui dengan jelas.

Hasil penguraian protein bisa berupa pepton, peptida, dan asam-asam amino. Proses fermentasi juga menghasilkan amonia, yang mengakibatkan terasi mentah mempunyai aroma yang kurang sedap. Asam amino esensial tertinggi pada terasi adalah leusin, sedangkan yang nonesensial adalah asam amino glutamat.

Tingginya kadar asam glutamat tersebutlah yang membuat terasi enak digunakan sebagai komponen bumbu. Terasi bahkan dapat digunakan sebagai pengganti penyedap rasa yang berupa monosodium glutamat (vetsin).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeraman atau proses fermentasi ikan untuk terasi dapat menghasilkan aroma yang khas. Komponen aroma tersebut adalah senyawa yang mudah menguap, yang terdiri dari 16 macam senyawa hidrokarbon, 7 macam alkohol, 46 macam karbonil, 7 macam lemak, 34 macam senyawa nitrogen, 15 macam senyawa belerang, serta 10 macam senyawa lainnya.

Senyawa-senyawa tersebut antara lain menghasilkan bau amonia, asam, busuk, gurih, dan bau-bau khas lainnya. Adanya campuran komponen bau yang berbeda dengan jumlah yang berbeda akan menyebabkan terasi mempunyai bau atau aroma khas, menurut daerah asal dan proses pembuatannya.

Si Hitam Menawan
Warna terasi yang alami adalah hitam kecokelatan. Warna tersebut dapat berasal dari pigmen yang dimiliki oleh udang atau ikan. Selain pigmen heme, pada ikan maupun udang juga mengandung karotenoid, yaitu sekelompok pigmen yang memberikan warna kuning, jingga, atau merah. Tunaxantin merupakan pigmen ikan laut yang karakteristik, sedangkan astaxantin merupakan pigmen terpenting yang terdapat pada udang.

Warna terasi yang kehitaman juga sering disebabkan oleh adanya penambahan gula merah (aren). Penambahan gula merah dilakukan pada pembuatan terasi di berbagai daerah. Penambahan gula merah tersebut menyebabkan terjadinya reaksi Maillard (reaksi pencokelatan), yaitu antara gugus amino dari protein dengan gugus karboksil gula pereduksi dari gula merah.

Agar terasi menjadi lebih menarik, sering ditambahkan bahan pewarna dari luar. Pewarna alami yang paling umum dipakai adalah pewarna merah yang berasal dari angkak, yakni produk dari beras yang difermentasi dengan Monascus purpureus. (Prof. Dr. Ir. Made Astawan
Dosen Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB, Bogor)

Sumber: Majalah HealthToday

No comments:

Post a Comment